Tantri Agustiningsih

Tantri Agustiningsih, mengajar di SMP Negeri 239 Jakarta. Tepatnya di sebelah gedung LPMP Jakarta dan bersebelahan dengan Kampus Universitas Indraprasta. Lahir ...

Selengkapnya
Navigasi Web

SURAT WASIAT (PENTIGRAF 11)

#Tantangangurusuana hari ke 95

Melani lari ke kamarnya sambil menangis, beruraian airmata. Dia tidak ingin ibunya menikah lagi. Ayahnya baru saja meninggal enam bulan yang lalu. Mengapa ibu begitu cepat melupakan ayahnya yang begitu mencintai ibunya. Ayah meninggal karena sakit yang di deritanya selama dua tahun ini. Melani masih ingat kenangan bersama ayahnya selama dua tahun terakhir ini, bagaimana ayahnya memanjakan ibu dengan begitu besarnya hingga untuk merawat ayah sakit harus dibantu oleh seorang perawat, ayah tak ingin capai dengan mengurus ayah yang sakit. Awalnya ibu menolak keinginan ayah untuk memanggil perawat dan mengurus berdua tetapi ayah bersikukuh agar ibu mau memenuhi keinginan ayah tersebut.

Dua tahun ibu dengan sabar dan telaten mengurus ayah. Untuk hal-hal yang sangat pribadi ibu mengurusnya sendiri tapi untuk makan dan membersihkan tempat tidur dibantu oleh perawat serta membantu mendorong ayah saat berjalan-jalan yang juga ditemani oleh ibu. Melani pun membantu ayah saat ayah akan pergi ke kamar mandi tidak mungkin ibu sendiri yang harus membopong ayah, karena ayah orangnya tinggi besar, sehingga harus berdua untukmembawa ayah ke kamar mandi. Terkadang Melani menemani ibu membacakan surat-surat pendek bersama-sama. Dan Melani membacakan artinya dengan perlahan, hingga ayah tertidur. Allah ternyata lebih sayang pada ayahnya. Ayah kembali pada Allah setelah melaksanakan sholat zuhur dan masih dalam keadaan berwudhu. Dan ayah pergi dalam dekapan ibu.

Enam bulan sudah berlalu, dan Melani melihat perubahan ibunya yang tadinya diam, dan banyak di rumah sekarang ini mulai kelihatan berseri-seri wajahnya, seolah-olah lupa dengan apa yang sedang terjadi walau itu sudah lewat enam bulan yang lalu. Tapi bagi Melani waktu enam bulan masihlah waktu yang baru dan masih segar dalam ingatan Melani, ayahnya masih terasa berada di sekitar dia. Dan Melani merasa shok mendengar ibunya akan menikah lagi dalam waktu dekat ini. Melani marah, dan bersedih hati karena dia khawatir akan ditinggal sendiri oleh ibunya nanti. Melani tak tahu lagi harus bagaimana dengan sikap ibunya dengan siapa lagi dia harus berkumpul bersama, yang dia punya hanya seorang ibu. "Melani, ibu juga tak ingin sebenarnya ini terjadi, tapi bagaimana ibu harus menyampaikan hal ini kepadamu," kata ibu Melani sambil memberikan sepucuk surat dan dibukalah surat itu. Surat wasiat dari ayahnya yang ditulis dua tahun sebelum ajal datang menjemput, yang isinya "Menikahlah Adinda setelah enam bulan aku kembali kepada yang Kuasa"

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren Bu.

16 Jun
Balas

Terima kasih. Salam literasi

16 Jun

Oh.. Gitu ya, kereen bun

15 Jun
Balas

Terimakasih sudah mampir ke wallku.

16 Jun

Mantap ceritanya. Surat wasiat harus dijalankan.

16 Jun
Balas

Amanah ya, pak. Amanah kebahagian.

16 Jun

Wasiat sangat mengikat Bunda...

27 Jun
Balas



search

New Post